https://ejournal.pentest.jatengprov.go.id/index.php/AKD/issue/feed Analisis Kebijakan Daerah 2025-02-24T09:40:25+07:00 Arif Sofianto 01arifsofianto@gmail.com Open Journal Systems <p>Jurnal Ilmiah Analisis Kebijakan Pembangunan Daerah&nbsp;ini berisi karya ilmiah berupa Policy Paper dan Policy Brief dari para Analis Kebijakan Publik, Periset, Perencana, Akademisi, maupun praktisi Analis Kebijakan Publik. Isu yang ditampung dalam jurnal ini ialah masalah-maslah terkait dengan kebijakan pembangunan daerah.</p> https://ejournal.pentest.jatengprov.go.id/index.php/AKD/article/view/1301 Akankah Gen-Z Menjadi Masalah Bagi Birokrasi Jateng ke Depan? Langkah Transisional Menutup Gap Antar Generasi 2025-02-24T09:17:02+07:00 Arif Sofianto brida@jatengprov.go.id Hendra Try Adrianto brida@jatengprov.go.id Tri Susilowati brida@jatengprov.go.id Setyo Aji Wijayanto brida@jatengprov.go.id <p>Riset BRIDA Jawa Tengah Tahun 2023 menemukan fakta adanya fenomena gap generasi <br>(generation gap) di lingkungan birokrasi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Fenomena ini muncul dalam <br>persepsi saling menuduh satu dengan yang lain terkait kekurangan dan kelemahan pada generasi yang <br>berbeda. Gen-Z menilai generasi senior serba lambat, kurang egaliter, dan sedikit membuka ruang aspirasi, <br>sebaliknya generasi senior menilai gen-Z kurang memiliki kesantunan, tidak komunikatif, dan terlalu <br>menuntut. Jika situasi ini tidak disikapi dengan bijak, maka dampak buruknya akan semakin membesar. <br>Teridentifikasi setidaknya ada 4 (empat) potensi masalah dari tidak terkelolanya gap antar generasi ini. <br>Pertama, kemampuan penggunaan teknologi digital yang tersia-siakan dan tidak termanfaatkan dengan baik <br>dari pegawai gen-Z. Kedua, suasana kerja tidak nyaman karena kurangnya kepercayaan (trust) antar <br>generasi. Ketiga, tidak berkembangnya kreativitas dan produktivitas karena suasana kerja yang kurang <br>nyaman dan egaliter. Keempat, dalam jangka panjang, birokrasi akan kekurangan SDM gen-Z yang <br>berkualitas unggul. Policy brief ini merekomendasikan: (1) mendorong model kepemimpinan fasilitatif di <br>masing-masing OPD; (2) mengembangkan model pelatihan, pembekalan, bahkan mentorship yang sensitif <br>terhadap dinamika lintas generasi (cross-generation); (3) menciptakan lingkungan kerja yang inklusif; dan (4) <br>mengujicobakan kebijakan kerja fleksibel.</p> 2025-02-24T09:03:03+07:00 Copyright (c) 2025 Analisis Kebijakan Daerah https://ejournal.pentest.jatengprov.go.id/index.php/AKD/article/view/1303 Wilayah Pengembangan di Jawa Tengah: Bukan Sekedar Nama dan Pengelompokan Wilayah (Analisis Wilayah Kedungsepur) 2025-02-24T09:16:22+07:00 Muhammad Sakdi brida@jatengprov.go.id Arif Sofianto brida@jatengprov.go.id Tri Susilowati brida@jatengprov.go.id Holi Bina Wijaya brida@jatengprov.go.id <p>Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah menetapkan 10 Wilayah Pengembangan (WP) sebagai inovasi kebijakan pembangunan yang bertujuan meningkatkan integrasi rantai pasok produksi wilayah, skala ekonomi, dan daya saing regional. Wilayah Pengembangan tersebut memiliki potensi besar untuk mendukung daya saing ekonomi Jawa Tengah, namun tidak adanya kelembagaan dan kurangnya koordinasi lintas wilayah menghambat optimalisasi potensi ini. Kedungsepur (Kendal, Demak, Ungaran, Semarang, Salatiga, Purwodadi) merupakan salah satu Wilayah Pengembangan dimana Kota Semarang mendominasi aktivitas ekonomi, sementara wilayah pendukung seperti Kendal, Demak, dan Grobogan belum memaksimalkan kontribusinya. Untuk meningkatkan potensi WP tersebut, diperlukan kelembagaan yang mampu menyelaraskan perencanaan lintas wilayah, memperkuat kolaborasi, dan mengintegrasikan rantai pasok ekonomi. Dengan kelembagaan yang terintegrasi dan kolaborasi yang kuat pada WP, Jawa Tengah dapat mendorong pemerataan pembangunan, meningkatkan daya saing provinsi, dan memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional. Kebijakan yang diusulkan untuk memperkuat peran Wilayah Pengembangan (WP) mencakup tiga aspek utama. Pertama, pembentukan Badan Pengelola Wilayah Pengembangan yang menjalankan peran Provinsi dalam mengoordinasikan perencanaan dan implementasi pembangunan lintas daerah. Kedua, pemberian insentif fiskal dan penyederhanaan regulasi (seperti, kemudahan izin investasi dan dukungan rantai pasok), serta ketiga, integrasi program pembangunan wilayah pengembangan dalam Masterplan Pembangunan Daerah, sehingga sektor unggulan dapat berkembang secara sinergis dalam kebijakan pembangunan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.</p> <p>&nbsp;</p> 2024-12-02T00:00:00+07:00 Copyright (c) https://ejournal.pentest.jatengprov.go.id/index.php/AKD/article/view/1304 Jawa Tengah Sebagai Penumpu Pangan Nasional: Akankah Terwujud Hingga 2045? 2025-02-24T09:27:50+07:00 Arif Sofianto brida@jatengprov.go.id Eny Hari Widowati brida@jatengprov.go.id Wiwin Widiastuti brida@jatengprov.go.id Herlina Kurniawati brida@jatengprov.go.id Sri Hestiningsih brida@jatengprov.go.id Tri Susilowati brida@jatengprov.go.id Setyo Aji Wijayanto brida@jatengprov.go.id Bistok Hasiholan Simanjutak brida@jatengprov.go.id Tinjung Mary Prihtanti brida@jatengprov.go.id Ary Arvianto brida@jatengprov.go.id <p>Jawa Tengah, sebagai salah satu penumpu pangan nasional menghadapi tantangan ketahanan pangan di masa<br>depan. Walaupun saat ini beras di Jawa Tengah surplus, tetapi produksi dari tahun ke tahun berpotensi mengalami<br>penurunan. Lahan sawah di Provinsi Jawa Tengah cenderung mengalami penurunan, dan jumlah rumah tangga yang<br>berusaha pada sektor pertanian juga mengalamipenurunan. Dari sisi permintaan meningkat seiring meningkatnya jumlah<br>penduduk. Policy brief ini mengacu hasil penelitian BRIDA Provinsi Jawa Tengah tentang ketahanan pangan pada<br>komoditas beras. Berdasarkan pemodelan sistem dinamis, dihasilkan bahwa ketahanan pangan (beras) di Jawa Tengah<br>dipengaruhi secara langsung oleh produksi padi, rendemen, dan pertumbuhan penduduk, serta secara tidak langsung<br>mendapatkan pengaruh dari luasan lahan dan faktor-faktor pendukung produktivitas. Berdasarkan pemodelan tersebut,<br>ketahanan pangan (beras) akan tetap terjaga hingga 2045 dengan syarat terdapatnya peningkatan luas panen, sistem<br>persediaan (logistik) yang handal, serta tingkat konsumsi terkendali (jumlah penduduk dan pola konsumsi). Policy brief<br>ini merekomendasikan kebijakan: 1) konsistensi penerapan LSD (Lahan Sawah Dilindungi); 2) peningkatan produktivitas<br>dengan pengelolaan sumber daya lahan secara baik; 3) pengembangan alternatif pangan non beras, promosi pola<br>konsumsi seimbang. Dari aspek teknologi, perlu implementasi pertanian presisi, pemanfaatan varietas unggul,<br>mekanisasi pertanian, pemanfaatan sistem pemasaran online, pemanfaatan teknologi panen dan pasca panen, serta<br>sistem informasi logistik terpadu. Dukungan kebijakan akselerasi implementasi teknologi antara lain melalui dukungan<br>pembangunan sarana/prasarana pertanian, penyuluhan, kredit, dan kebijakan harga pangan</p> 2024-12-02T00:00:00+07:00 Copyright (c) https://ejournal.pentest.jatengprov.go.id/index.php/AKD/article/view/1305 Reformulasi Skema Bantuan Perbaikan RTLH: Tidak Hanya Aladin 2025-02-24T09:40:25+07:00 Arif Sofianto brida@jatengprov.go.id Setyo Aji Wijayanto brida@jatengprov.go.id Tri Susilowati brida@jatengprov.go.id Sunarti Sunarti brida@jatengprov.go.id Novia Cecilia Medina brida@jatengprov.go.id Lala Arastya Dewi brida@jatengprov.go.id <p>Dalam menyasar Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs) poin 1 “Tanpa Kemiskinan” dan<br>poin 11 “Kota dan Permukiman yang Berkelanjutan”, rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) menjadi salah<br>satu strategi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dalam pengentasan kemiskinan. Dalam kurun 2018- 2024 Jawa<br>Tengah berhasil mengintervensi 1.180.076 unit RTLH yang terdiri dari 100.699 (penanganan 2016 s.d 2018) dan<br>1.079.377 unit RTLH dari berbagai sumber pendanaan. Namun, terjadi pertumbuhan RTLH baru sehingga sisa<br>RTLH berubah dari 1.390.825 unit menjadi 1.022.113 unit yang belum tertangani. Dalam implementasinya,<br>rehabilitasi RTLH bagi masyarakat miskin di Jawa Tengah melalui Bantuan Keuangan Pemerintah Desa (Bankeu<br>Pemdes) belum sepenuhnya optimal akibat masih dihadapkan dengan permasalahan dari aspek input hingga<br>outcome. Permasalahan tersebut meliputi: 1) belum tepat sasaran akibat ketidakakuratan data penerima serta<br>persyaratan rumah belum menimbang karakteristik/tipologi rumah dan lingkungan, 2) terbatasnya pemahaman<br>masyarakat tentang standar konstruksi rumah layak huni sehingga prioritas perbaikan belum sesuai standar, 3)<br>terbatas fokus pada kelayakan fisik bangunan hunian, khususnya aladin (atap, lantai, dinding), dan belum<br>menimbang prioritas kawasan permukiman, dan 4) belum adanya evaluasi dampak pelaksanaan bantuan<br>rehabilitasi RTLH terhadap penurunan kemiskinan. Rekomendasi strategis yang diusulkan yaitu: 1) spesifikasi<br>sasaran penerima bantuan RTLH perlu dibedakan menjadi sasaran RTLH Swadaya dan Prioritas 2) spesifikasi<br>persyaratan rumah penerima bantuan perlu menimbang perbedaan karakteristik/tipologi rumah dan kondisi<br>lingkungan, 3) fokus pada sasaran kawasan khusus dan prioritas yang didukung dengan peningkatan kualitas<br>lingkungan, 4) peningkatan peran Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) dengan fungsi teknik dan pendampingan<br>yang tersertifikasi, 5) pelaksanaan monitoring dan evaluasi berkala untuk mengkaji implementasi dan dampak<br>program, serta 6) kolaborasi stakeholder dalam implementasi input, proses, output, dan outcome</p> 2024-12-02T00:00:00+07:00 Copyright (c)